Wednesday, July 6, 2011

Surcharge Kartu Kredit Tidak Boleh Dibebankan Kepada Konsumen


Jaman modern sekarang ini memang semakin banyak orang menggunakan kartu kredit sebagai alat pembayaran. Dengan banyaknya orang menggunakan kartu kredit, banyak merchant yang dengan sengaja atau tidak membebankan surcharge kepada konsumennya. Mengutip dari detik.com sebagai berikut.



Jakarta - Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) 'geram' karena masih banyak merchant atau toko yang mengenakan biaya tambahan alias surcharge. Pasalnya,surcharge merupakan biaya yang 'haram' dibebankan kepada nasabah.

"Surcharge itu dilarang, dari sisi hukum aturan, tidak boleh ada surcharge," ujar Dewan AKKI, Dodit Probojakti, ketika dikonfirmasi mengenai masih maraknya surcharge.
Dijelaskan Dodit, penerbit sudah melakukan kerjasama dengan merchant ketika merchant akan menerima pembayaran dengan menggunakan kartu kredit. Hal ini, sambungnya dikenal dengan istilah Merchant Discount Rate (MDR).

"MDR ini sudah ada dan sudah masuk dalam keuntungan merchant sekitar 2%-2,5% Maka nasabah jangan mau ketika ada merchant yang membebankan surcharge," tegas Dodit di Jakarta, Kamis (7/7/2011).

Menurutnya, merchant kerap kali membebankan surcharge ke nasabah dengan berbagai macam alasan. Merchant, sambungnya kadang meminta 2% atau 3% dari barang yang akan dibeli.

"Maka, jika nasabah membeli barang yang ternyata bisa dilakukan tawar menawar harus diperhatikan ketika merchant meminta tambahan biaya surcharge itu ditolak," katanya.

Namun, Dodit mengatakan ketika merchant bersikukuh ada surcharge maka lebih baik pembayaran dilakukan terlebih dahulu dengan memisahkan surcharge dari harga barang sebenarnya.

"Misalkan saja membeli barang sebesar Rp 1 juta maka jika ada biaya tambahan yang dimaksud adalah surcharge misalnya 3% atau Rp 30.000 maka dipisahkan. Harga barang Rp 1 juta dengan surcharge Rp 30.000 jangan dijadikan satu tetapi dijadikan terpisah sebagaiinvoice," tuturnya.

Dari situ, Dodit mengatakan nasabah tinggal pergi ke bank penerbit kartu kreditnya untuk mengklaim biaya Rp 30.000 tersebut. "Dari situ pasti bank akan mengganti dan memproses merchant tersebut," katanya.


Proses seperti ini, menurut Dodit jangan segan-segan dilakukan oleh nasabah. Pasalnya, nasabah juga yang akan dirugikan oleh larangan surcharge sebenarnya.
Nah buat teman-teman yang memiliki kartu kredit semoga informasi ini berguna. Dan juga mungkin kita sebagai konsumen pengguna kartu kredit lebih bisa mengenal hak dan kewajiban kita, tanpa harus melanggar aturan hukum yang berlaku di Indonesia.

5 comments:

  1. QUOTE "Misalkan saja membeli barang sebesar Rp 1 juta maka jika ada biaya tambahan yang dimaksud adalah surcharge misalnya 3% atau Rp 30.000 maka dipisahkan. Harga barang Rp 1 juta dengan surcharge Rp 30.000 jangan dijadikan satu tetapi dijadikan terpisah sebagaiinvoice,"

    tanya.
    yang di maksud dengan "dijadikan terpisah apa yah ?"
    jika maksud nya adalah swaip/gesek maka contoh nya adalah jika pembelian barang 500.ooo dengan surcharge 3% berarti 15.000 apakah bisa 15rb tsb di gesek ?

    terima kasih

    ReplyDelete
  2. invoice nya yang dipisahin kalo memang tidak bisa digesek lagi. jadi invoice dengan nominal terpisah bisa kita bawa ke bank penerbit kartu kresit tersebut

    ReplyDelete
  3. I found a lot of informative stuff in your article. Keep it up. Thank you.
    Economics :)

    ReplyDelete
  4. É importante também estar atento se as empresas contratas estão entregando a internet que está no contrato.
    Para verificar isso, sempre faça um teste de velocidade para medir sua internet.
    recomendamos:
    speed test

    ReplyDelete